Home » Berita » Darurat Mangrove: Dijajakan ke Dunia, Dihancurkan di Dalam Negeri

Darurat Mangrove: Dijajakan ke Dunia, Dihancurkan di Dalam Negeri

Redaksi 24 Jul 2025 87

Jakarta, Vokalpublika. Com – Tak ada ekosistem yang lebih sering dijadikan alat diplomasi internasional oleh Pemerintah Indonesia selain mangrove.
Dengan menguasai sekitar 23 persen mangrove dunia, Indonesia diakui sebagai negara dengan ekosistem mangrove terluas sekaligus terkaya dalam keragaman jenis. Namun ironisnya, kekayaan ini justru kian terancam oleh regulasi dan kebijakan domestik yang kian permisif terhadap eksploitasi.

Pilar Ekosistem yang Vital

Ekosistem mangrove memiliki fungsi ekologis, ekonomis, hingga sosial budaya yang sangat vital bagi masyarakat pesisir. Ia menjadi benteng alami dari abrasi dan tsunami, penopang keanekaragaman hayati laut, penyerap karbon, hingga penyangga keberlanjutan mata pencaharian jutaan warga pesisir.

Kesadaran akan pentingnya fungsi ini sesungguhnya telah tercermin dalam sejarah regulasi nasional. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi regulasi awal yang menegaskan pentingnya rehabilitasi hutan mangrove, disusul UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang secara eksplisit melarang perusakan ekosistem mangrove.
Bahkan, sanksi pidananya cukup tegas: penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar bagi pelaku perusakan atau konversi mangrove secara sengaja.

Baca juga:  Hutan Mangrove Rusak, Dr. Hofi LAW: Penegakan Hukum Tidak Bisa Menunggu Delik Aduan

Namun perlindungan yang terlihat kokoh di atas kertas itu mulai retak sejak hadirnya Undang-Undang Cipta Kerja.

Celah Eksploitasi Lewat UU Cipta Kerja

Pengesahan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (yang kini menjadi UU No. 6 Tahun 2023) menjadi titik balik ancaman terhadap eksistensi mangrove di Indonesia.
Melalui Pasal 5, UU ini membuka legalisasi eksplorasi panas bumi di wilayah pesisir, termasuk yang mencakup kawasan mangrove.

Kondisi ini diperparah dengan terbitnya PP No. 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan, yang membuka peluang perubahan zona inti mangrove untuk kepentingan Proyek Strategis Nasional (PSN). Ruang legal untuk ekspansi industri kini terbuka lebar, bahkan di kawasan konservasi.

Puncaknya terjadi dengan hadirnya PP No. 27 Tahun 2025 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Alih-alih memperkuat perlindungan, regulasi ini justru melemahkan sanksi dan membuka ruang kompromi terhadap perusakan.

Regulasi Lemah, Ekspansi Dilegalkan

PP No. 27 Tahun 2025 justru menjadi ancaman nyata bagi kelestarian mangrove. Dokumen Kertas Posisi WALHI (2023) menyebutkan bahwa regulasi ini:

Baca juga:  Paradoks Mangrove di Kepri: Program Penanaman vs Perusakan Pulau-Pulau Kecil

Lebih fokus pada sanksi administratif ringan ketimbang pidana;

Tidak memberikan efek jera;

Tidak mengategorikan perusakan mangrove sebagai kejahatan lingkungan;

Bahkan memperbolehkan perubahan ekosistem lindung bila penurunan tajuk mangrove mencapai ≥25 persen (Pasal 24 ayat 2).

Kondisi ini menyalahi prinsip kawasan lindung sebagai zona yang seharusnya steril dari aktivitas ekstraktif. Pemanfaatan kawasan lindung seharusnya terbatas hanya untuk riset atau konservasi berbasis masyarakat.

Promosi ke Dunia, Penghancuran di Rumah Sendiri

Ironisnya, di kancah global, Indonesia tampil sebagai pemimpin pelindung mangrove. Dalam forum Mangrove Alliance for Climate (MAC) — aliansi yang diluncurkan pada COP27 Mesir — Indonesia menjadi motor diplomasi iklim berbasis ekosistem mangrove.

Aliansi ini bahkan mendapat dukungan besar dari Norwegia melalui Norway’s International Climate and Forest Initiative (NICFI) yang berkomitmen menggelontorkan USD 4 miliar untuk melindungi 15 juta hektare mangrove secara global hingga 2030.

Namun pertanyaan penting harus diajukan: Apakah dana besar itu benar-benar digunakan untuk melindungi mangrove di Indonesia?
Fakta di lapangan menunjukkan arah sebaliknya. Di bawah dalih pertumbuhan ekonomi dan hilirisasi nikel untuk kendaraan listrik, kawasan mangrove justru dikorbankan untuk kepentingan industri ekstraktif.

Baca juga:  Batam Pertahankan Gelar Juara Umum STQH Kepri untuk Kelima Kalinya

Kado Pahit di Hari Mangrove Sedunia

Menjelang peringatan Hari Mangrove Sedunia pada 26 Juli, masyarakat pesisir — yang tersebar di lebih dari 12.000 desa di Indonesia — harus bersatu menyuarakan haknya.
Mereka bukan hanya penjaga ekosistem, tetapi juga pemilik sah wilayah pesisir yang berhak atas perlindungan lingkungan hidup yang sehat dan adil.

Alih-alih menjadi hadiah, PP No. 27 Tahun 2025 justru menjadi kado pahit bagi mereka. Pemerintah perlu segera mendesain ulang kebijakan perlindungan mangrove dengan pendekatan keadilan ekologis dan partisipasi masyarakat.

Jika tidak, mangrove hanya akan jadi komoditas diplomasi internasional, sementara akarnya tercabut oleh kebijakan sendiri.

Oleh: Parid Ridwanuddin, Peneliti Isu Kelautan Auriga Nusantara
Editor: Yosep Suprayogi

Kurs Rupiah Hari Ini
Kurs Rupiah Hari Ini
Update nilai tukar beberapa mata uang
USD
USD
Beli
16.365,00
Jual
16.425,00
Sumber: BCA e-Rate (data dapat berubah)
Tags :
Related post
Satreskrim Polres Tomohon Ungkap Praktik Penimbunan BBM Solar Bersubsidi di Desa Leilem

Redaksi

05 Oct 2025

Tomohon, Vokalpublika.com – Tim Buser Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Tomohon berhasil mengungkap praktik penimbunan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar di Desa Leilem Dua, Kecamatan Sonder, Kabupaten Minahasa, pada Minggu (5/10/2025) sekitar pukul 00.30 WITA. Operasi ini dipimpin langsung oleh Kasat Reskrim Polres Tomohon, Iptu Royke Mantiri, SH, MH, berdasarkan Surat Perintah Operasi …

Pulang ke Rumah: Budi Arie dan Jalan Sunyi Seorang Relawan

Redaksi

05 Oct 2025

Jakarta, vokalpublika.com – Sore itu, di tengah riuhnya Istana Negara yang baru saja menggelar pelantikan menteri, Budi Arie Setiadi berdiri dengan wajah tenang. Tak ada gurat kecewa, apalagi kemarahan. Ia justru tersenyum, menjawab pertanyaan wartawan dengan nada santai dan penuh canda. “Yang pasti balik adalah ke rumah,” ucapnya, ketika ditanya ke mana langkahnya akan berlabuh …

Makanan Bergizi Gratis di Nias Selatan Bermasalah, GMNI Desak Dapur Ditutup dan Pegawai SPPI Dipecat

Redaksi

05 Oct 2025

Nias Selatan, vokalpublika.com – Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto sebagai tonggak penting menuju Generasi Emas Indonesia 2045, kini menuai kecaman keras di Kabupaten Nias Selatan. Hasil pemantauan Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Nias Selatan menemukan bahwa sejumlah dapur penyedia MBG diduga memberikan makanan berulat, tidak matang, …

Kodam XIX/Tuanku Tambusai: Soliditas dan Kewaspadaan TNI Kunci Hadapi Era Globalisasi

Redaksi

05 Oct 2025

Pekanbaru ,vokalpublika.com- Dalam peringatan HUT ke-80 Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kodam XIX/Tuanku Tambusai menegaskan pentingnya kewaspadaan seluruh prajurit untuk menghadapi perubahan yang semakin dinamis. Hal tersebut disampaikan oleh Kasdam XIX/TT Brigjen Bagus Suryadi Tayo di halaman Kantor Gubernur Riau, Minggu (5/10). “Perubahan lingkungan strategis pada tataran global, nasional, regiomal yang semakin dinamis dan kompleks menjadi …

Lapor Pak Kapolda! Aliran Sungai Singingi Didesa Sungai Paku Marak Aktifitas PETI

Redaksi

05 Oct 2025

Kuansing, vokalpublika.com -Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Aliran Sungai Singingi Tepatnya di desa sungai paku kecamatan Singingi hilir, kabupaten kuantan singingi, Riau Terpantau Puluhan Rakit PETI beraktifitas. pasalnya, dilaporkan kembali beroperasi aktivitas PETI sejak dua bulan belakang hingga hari ini, Minggu 5 Oktober 2025 pasca perhelatan Pacu Jalur HUT Kuansing. Kegiatan PETI tersebut …

Serasa Hukum Tak Lagi Bertaring di Jepara, Proyek Gardu Induk PLN Tetap Berjalan Meski Belum Ada Solusi

Alwi Assagaf

05 Oct 2025

Jepara, Vokalpublika.com – Aroma ketidakadilan dan lemahnya penegakan hukum kembali menyeruak di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Pasalnya, proyek pembangunan Gardu Induk PLN di Desa Tunggul Pandean, Kecamatan Nalumsari, yang tengah menjadi polemik antara warga dengan pihak pengembang, masih terus berjalan seperti biasa, meski belum ada keputusan hukum maupun solusi resmi dari pemerintah daerah 04/10/2025. Pantauan …

Sumber Informasi Vokalpublika.com
x
x